Kesan Lendir laut

Peningkatan jumlah lendir laut di Laut Tengah dan wilayah laut lain sejak awal 2009 merupakan salah satu kesan dari perubahan iklim.[8] Perairan yang memanas dan bergerak lebih lambat meningkatkan penghasilan lendir laut dan terjadinya susunan dalam gumpalan-gumpalan besar.[9] Lendir laut pertama kali dilaporkan pada tahun 1729 dan sejak lama dipandang sebagai gangguan bagi industri perikanan dan populasi pesisir.[9] Baru-baru ini, lendir laut muncul tidak hanya sebagai gangguan, tetapi juga sebagai bahaya besar. Gumpalan lendir laut dapat menampung bakteria seperti E. coli yang mengancam flora dan fauna laut, serta manusia yang terdedah kepada air yang tercemar. Lendir laut juga dapat melapisi insang makhluk laut yang ada di dalamnya, memotong oksigen, dan membunuh mereka.[9] Kerana sifatnya yang berlendir kental, berbusa, dan menutupi permukaan, lendir laut mengancam kehidupan laut, seperti ikan, mamalia laut, dan terumbu karang.[3]

Pada Jun 2021, lendir laut terlihat di sepanjang wilayah Laut Marmara, yang menghubungkan Laut Hitam ke Laut Aegea.[5] Lendir laut telah menyebar melalui laut selatan Istanbul yang meliputi pelabuhan, garis pantai, dan petak permukaan.[10] Kapal-kapal yang melintasi Laut Marmara kini terpaksa mengharungi limpahan lumpur abu-abu, dan sejumlah nelayan tak bisa berlayar karena lendir merusak motor kapal dan jaring mereka. Para penyelam melaporkan, sejumlah besar ikan dan spesies laut lain mati kerana kekurangan oksigen. Selain itu, menurut Profesor Bayram Ozturk dari Pusat Penyelidikan Lautan Turki, beberapa spesies menjadi terancam, termasuk tiram, kerang, tapak sulaiman.[4]